Menurut Said, kekuasaan presiden atas institusi angkatan perang merupakan konsekuensi dari kedudukan presiden sebagai kepala negara yang memegang kekuasaan pemerintahan negara. Karena itu dalam konstruksi ketatanegaraan Indonesia, seorang Panglima TNI sebagai pemimpin angkatan perang sekalipun tidak bisa memutuskan perang, kecuali berdasarkan perintah presiden atas persetujuan DPR.
“Jadi kalau pembaretan dan pengangkatan sebagai warga kehormatan TNI dilakukan kepada orang atau pejabat yang kedudukannya setingkat atau levelnya lebih rendah seperti yang belum lama ini dilakukan kepada para gubernur, saya kira itu masih wajar. Tapi kalau presiden itu kan kedudukannya lebih tinggi dari Panglima TNI,” ujarnya.
Sesuai konstitusi kata Said, seharusnya presiden lah yang memberikan gelar, tanda jasa, termasuk tanda kehormatan kepada prajuri TNI, bukan sebaliknya. (net)
