ATAMBUA, Kilastimor.com-Sau Niki atau panen kelelawar merupakan salah satu tradisi tiga tahunan, yang digelar oleh masyarakat Desa Tohe Leten, Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, Timor Barat, Nusa Tenggara Timur. Tradisi itu begitu unik untuk diikuti.
Dikatakan unik, karena pesta rakyat Sau Niki atau panen kelelawar yang dilaksanakan sekali dalam tiga tahun, merupakan tradisi yang turun temurun berlangsung sejak jaman dulu. Puncak pelaksanaan panen kelelawar biasanya dilakukan pada tanggal 20-an dalam bulan Juni.
Kepala Desa Tohe Leten, Engel Talok dihubungi Kilas Timor Selasa (2/6) menjelaskan, tradisi tersebut terakhir dilakukan dua tahun silam dan dalam tahun 2015, akan dilakukan tradisi panen kelelawar di bulan Juni mendatang dan biasanya di tanggal 20-an. “Kita tengah melakukan berbagai persiapan acara sau niki seperti Lopo dan jalan ke gua,” ucap Talok.
Sementara ini paparnya, pihak Desa Tohe Leste tengah melakukan koordinasi dengan Dinas Pariwisata Belu terkait panen kelelawar tersebut, dan Dinas meminta akan diundur ke bulan Agustus, sehingga bisa bersamaan dengan acara lainnya. “Kalau diundurkan ke bulan depannya, maka tradisi itu tidak sesuai dengan yang sudah dilakukan para leluhur,” terang dia.
Talok menuturkan, sebelum tiba waktu pelaksanaan pesta panen kelelawar, biasanya didahului dengan pembersihan lokasi yang dilalui serta beberapa acara ritual adat seperti memohon izin kepada Raja Dasi Lau sebagai pemilik gua tersebut dengan menyembelih babi. Selanjutnya mempersembahkan siri dan pinang di rumah Suku Mane Ikun, dan kemudian di bawah ke gua tempat panen kelelawar. Darah babi itu juga dipakai untuk membersihkan lokasi gua, serta menentukaan hari pelaksanaan kegiatan panen.
Dikatakan, tiga hari kemudian setelah perbersihan semua masyarakat boleh datang membawah Kabir (tempat penyimpanan padi atau jagung) dan satu batang bambu kering, dan disana disembelih seekor ayam jantan di lubang gua atau lebih dikenal dengan istilah Halirin. Seeekornya lagi di lubang Gua Niki atau gua tempat panen kelelawar.
Nantinya, pada puncak panen kelelawar warga yang akan masuk ke dalam Gua, tidak boleh membawa atau memakai pakaian yang terdapat besi, perhiasan, ikat pinggang serta uang. Sebelum memulai panen terlebih dahulu, Ketua suku Uma Mane Sanulu Dato mempersembahkan Siri Pinang di rumah adat sambil berdoa, dan mengeluarkan benda keramat atau pemali yang disimpan di rumah Adat. Nama benda tersebut adalah Murak Niki Ten atau Emas Tai Kelelawar. Harta ini dibawah ke Gua Kelelawar dan setelah tiba Ketua Suku Manesanulu Uma Dato, Ketua Suku Uma Labis Mane Ikun, Uma Metan dan Ketua Suku lainnya duduk di atas Ksadan dan memulai ritual Adat lainnya.