Lemparannya urai Agus, mengenai Kepala Lukas, sehingga terjatuh. Lukas tidak sadarkan diri dan saya segera mengambil tali untuk mengikat Lukas dengan pertimbangan ketika sadar tidak melakukan aksi brutal terhadap dirinya dan keluarga lain. Ternyata Lukas meninggal dunia akibat lemparan batu itu.
“Saya tau persis watak anak saya Lukas, karena orangnya sangat brutal. Dulu, Lukas hampir membunuh saya dan lidah saya hampir putus gara-gara ditusuk Lukas dengan senjata tajam. Saya dilarikan ke rumah sakit sehingga bisa tertolong. Kejadian itu saya tidak melaporkan kepada Polisi karena pertimbangannya Lukas adalah anak kandung saya, dan dia juga sudah berkeluarga,” terangnya.
Banyak keluarga dan tetangga yang minta supaya masalah itu dilaporkan ke Polisi tetapi sebagai ayahnya dirinya menolak dengan berbagai pertimbangan. “Kematian anak saya Lukas mungkin sudah takdir dan hal itu diluar pemikiran saja. Saya hanya mempertahankan diri saat itu dalam situasi yang emergency. Kalau saya tidak membalas lemparan kemungkinan besar saya yang meninggal kena lemparan atau senjata tajam lainnya. Lukas itu sangat nekat dan tabiatnya sangat keras dan ditakuti keluarga dan tetangga,” paparnya.
“Nasi sudah menjadi bubur. Anak saya Lukas meninggal ditangan saya. Sebagai seorang ayah saya sangat menyesal dengan kematian Lukas dengan cara seperti itu. Ini mungkin sudah takdir. Anak saya Lukas meninggal dunia dengan cara tidak baik. Sayapun harus mendekam di rumah tahanan polisi, karena peristiwa naas itu. Sebagai seorang ayah saya sangat menyesal atas peristiwa naas itu. Bagaimanapun, sejahatnya seekor harimau tidak mungkin memangsa anaknya sendiri. Saya pasrah. Anak saya meninggal dan saya harus mempertanggungjawabkan perbuatan itu dihadapan aparat penegak hukum. Saya hanya berharap semoga anak saya Lukas bisa mendapatkan tempat yang layak, dan mudah-mudahan saya bisa mendapatkan putusan seadil-adilnya dari aparat penegak hukum terhadap peristiwa yang menyebabkan kematian anak saya Lukas,” pungkasnya penuh harap. (boni)