BETUN, Kilastimor.com-Pemerintah Daerah Kabupaten Malaka melalui BPMPD dan Inspektorat Kabupaten Malaka perlu melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan dana desa dan ADD di desa Bisesmus-Kecamatan Laenmanen. Pasalnya, pemanfaatan dana desa itu diduga kuat tidak sesuai peruntukannya. Apa yang dilaporkan dalam SPJ Desa Bisesmus ke Pemerintah diduga fiktif, tidak sesuai kondisi riil di lapangan.
Untuk menyelamatkan ADD Desa Bisesmus, diharapkan BPMPD dan Inspektorat Kabupaten Malaka melakukan pemeriksaan dilapangan dengan mencocokkan SPJ tahun 2014 dan 2015 dengan bukti fisik di lapangan.
Permintaan itu disampaikan Tokoh masyarakat Bisesmus-Kecamatan Laenmanen, Gabriel Manek Muit kepada wartawan di Bisesmus, Rabu (27/7).
Pihaknya sebagai warga desa paparnya, sangat mencurigai dan menduga pemanfaatan dana ADD selama dua tahun terakhir tidak jelas. Masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam urusan perencanaan pemanfaatan dana desa dan ADD selama dua tahun terakhir, karena yang urus sekretaris desa dan kepala desa. “Yang kami tau tiba-tiba bilang ada program ini dan itu di desa melalui ADD. Ini yang benarnya yang bagaimana. Kami tau bahwa ADD itu uang rakyat dan harus dimanfaatkan di desa sesuai peruntukannya melalui sebuah perencanaan yang melibatkan masyarakat desa,” terangnya.
Tahun 2016 ini, pihaknya jbelum mendapatkan undangan dan pemberitahuan dari kepala desa dan sekretaris desa terkait perencanaan apa saja yang mau dikerjakan dengan ADD 2016 tahun ini. Kami kawatir ADD Desa Bisesmus tahun 2016 mengalami nasib yang sama dengan ADD tahun sebelumnya. “Uang habis, bukti bagi masyarakat juga tidak nampak. Kita inginkan perencanaan penggunaan ADD tahun 2016 harus melibatkan partisipasi masyarakat agar dana itu benar-benar dikontrol pemanfaatan sesuai peruntukannya,” bilang Muit.
Ada beberapa persoalan yang hingga sekarang menjadi pertanyaan masyarakat terutama pemanfaatan dana pemberdayaan melalui program ADD mengalokasikan dana Rp 30 Juta hingga Rp 40 Juta setiap tahun untuk kegiatan PKK, berupa pelatihan pencelupan benang. “Dalam SPJ ada, tetapi fakta di lapangan tidak ada realisasi kegiatan, sehingga program itu diduga fiktif. Pengerjaan rumah sosial bantuan pemerintah sebanyak 20 unit tidak tuntas. 16 unit rumah dikerjakan tidak selesai hingga saat ini karena tidak dilengkapi pintu dan jendela dan 4 unit lainnya tidak dikerjakan dan dibiarkan amburadul. Penerima manfaat rumah itu juga patut dipertanyakan karena diberikan kepada warga yang saat ini bekerja di Kalimantan padahal warga di Bisesmus banyak yang masih membutuhkan bantuan itu,” jelasnya.
Pihaknya juga patut mempertanyakan pemanfaatan anggaran sebesar Rp 80 juta untuk membangun Kapela di Bisesmus, pasalnya, dalam sosialisasi masyarakat menginginkan supaya harus dibangun besar memanfaatkan seluruh anggaran yang ada. Kenyataannya, mereka hanya melakukan pengecoran pilar sebanyak 12 tiang menghabiskan anggaran itu.