Ini namanya kebijakan setengan hati yang tidak pro rakyat. Bayangkan, untuk kerusakan alat kecil saja di Dispendukcapil Malaka peralatan yang ada harus dibawa ke Pusat untuk diperbaiki. Itu namanya kebijakan konyol yang tidak pro rakyat. Kalau pempus mau buat kebijakan seperti itu silahkan saja asalkan bisa konsekuen dengan tindak lanjut kebijakan itu dengan menyiapkan kantor perwakilan yang memadai di daratan Timor, untuk menangani semua kerusakan dan keluhan kerusakan alat dari setiap kabupaten di Provinsi NTT.
“Kita sangat prihatin dengan sistem pelayanan KTP-E di Kabupaten Malaka yang sudah mati suri sejak akhir tahun 2015 lalu tanpa solusi permanen pemerintah pusat. Dengan kondisi itu rakyat Kabupaten Malaka yang membutuhkan dokumen KTP-e untuk semua urusan tidak bisa berjalan baik. Rakyat Kabupaten Malaka yang notabene sebagai Kabupaten Perbatasan tidak bisa mendapatkan pelayanan yang optimal karena kerusakan alat milik pempus,” tukasnya.
Berdasarkan pengecekan dan monitoring di Dispendukcapil Malaka, ternyata mereka tidak bisa melayani dokumen kependudukan berupa KTP-e karena alatnya sering mengalami kerusakan. Mereka sudah mondar mandir ke Jakarta membawa alat itu untuk diperbaiki, ternyata hasilnya tetap sama karena sering rusak. Uang untuk PP mengurusi perbaikan alat saja cukup besar, sehingga kalau kebijakan seperti itu tetap diterapkan, maka Kabupaten Malaka bisa kolaps dalam keuangan untuk perbaikan alat di Jakarta setiap saat. Itu namanya kebijakan pusat yang tidak pro kepentingan daerah.
Klau Muti mengatakan ada dua solusi yang ditawarkan. Pertama, Pempus melalui Dirjen Dispendukcapil kemendagri, bisa mengadakan alat itu, asal ditindaklanjuti dengan sistem pemeliharaan secara rutin dan terencana.
Kedua, Pempus harus menyediakan kantor perwakilan di provinsi agar terjadi kerusakan alat di daerah bisa segera mendapatkan penanganan dan tidak harus menunggu antrian pusat seperti sekarang. Ketiga, untuk memudahkan sistem pengadaan dan pelayanan kepada daerah sebaiknya pemerintah pusat mendelegasikan kepada setiap provinsi dan kabupaten melakukan pengadaannya sendiri melalui APBD masing-masing daerah. Pusat bisa merekomendasikan perusahaan-perusahaan yang memiliki lisensi terkait pengadaan itu dengan kulifikasi mutu yang ditetapkan sehingga bila terjadi kerusakan daerah. (boni)