Kemudian, Sebelum Pasola diselenggarakan biasanya diawali dengan pelaksanaan adat nyale, yaitu upacara yang digelar untuk memanjatkan rasa syukur atas musim panen. Hal tersebut ditandai dengan adanya nyale atau cacing laut yang melimpah di pinggir pantai. Jika nyale-nya banyak maka itu pertanda hasil panen tahun itu akan melimpah. Demikian pun sebaliknya.
Salah satu daerah yang menggelar festival atau perang adat Pasola adalah Wanokaka. Setiap tahun tanggal ritus pasola ini sudah ditetapkan oleh para Rato (tetua adat) berdasarkan proses perhitungan kalender Sumba. Pasola diadakan sekali dalam setahun.
“Saya ingat betul, setahun yang lalu, saya datang ke Sumba Barat dan sempat mengunjungi Wanokaka. Waktu itu saya sampaikan kepada Bupati bahwa saya akan memberi dukungan penuh pada kegiatan infrastruktur, termasuk pengembangan pariwisata. Pasola itu festival yang mendunia. Nilai jual pariwisatanya luar biasa. Kemudian, Sumba Barat dan NTT dikenal ke seantero dunia karena Pasola. Setahu saya, banyak wisatawan dalam dan luar negeri yang hadir,” jelas Fary.
Pada kesempatan ini, Fary menyampaikan alasan kenapa kawasan pasola ini harus dibangun. Menurut Fary, walaupun Pasola telah mendunia, kondisi lapangan, tempat pergelaran Pasola sudah tidak mendukung. Dimana menurutnya, arenanya kecil dan hanya memanfaatkan lapangan sekolah dasar, sehingga tidak ada tempat yang nyaman bagi penonton untuk duduk. Jika banyak orang yang hadir, maka kesulitan dalam hal parkir dan dapat menutup akses jalan karena penonton duduk atau berdiri di jalan.
“Saya ingat betul, ketika saya melihat kondisi tempat pagelaran Pasola tersebut. Waktu itu, saya langsung minta teman-teman dari Cipta Karya, Satker Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) agar segera melakukan survei kawasan pasola yang representatif,” kisah Fary.
Untuk diketahui bahwa, dalam kunjungan ini, Fary didampingi Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Max Josua Yoholtuwu. (qrs)