RAGAM

Ini Sepenggal Kisah Mali Manek, Si Juru Kunci Gunung Lakaan di Belu

ATAMBUA, Kilastimor.com-Bagi kebanyakan warga Belu tak asing dengan nama yang satu ini. Dia bukan pejabat pemerintahan, bukan pula pengusaha atau pun konglomerat. Andreas Mali Manek alias Mali Manek namanya. Dia hanyalah sisa manusia yang masih menghargai sejarah dan budaya yang ada di Kabupaten Belu. Dia-lah Sang Juru Kunci Gunung Lakaan.

Mali Manek bersama wartawan Kilastimor.com, Richi Anyan.

Mali Manek bersama wartawan Kilastimor.com, Richi Anyan.

Mali Manek tinggal di bawah kaki Gunung Lakaan bersama istri dan anak-anaknya. Mereka adalah satu-satunya keluarga yang tinggal di sana.

Dahulu dia tinggal bersama istri pertama dan lima orang anaknya. Namun, seiring berjalannya waktu, anak-anaknya mulai bertumbuh dewasa dan menikah. Mereka memilih untuk tidak tinggal di tempat itu bersama orang tuanya. Mereka lebih memilih tinggal di kampung-kampung lain yang sudah banyak penghuninya.

“Saya dan istri saya tinggal sendiri di sini”, ujarnya ketika membuka pembicaraan dengan wartawan kilastimor.com pada, Rabu (21/6). “Tidak ada orang lain”, lanjutnya.

Mali Manek lahir dari keluarga yang sederhana sekitar tahun 1939 atau 1940 di rumah yang dia tempati saat ini. Sejak kecil, Mali Manek sudah diajarkan soal bagaimana menghargai budaya dan lingkungan sekitarnya.

Mali manek berkisah banyak hal tentang sejarah terjadinya Pulau Timor dan Gunung Lakaan yang diturunkan oleh nenekmoyangnya secara lisan.

Menurut cerita orang tua-tua di Belu, pada zaman dahulu kala, seluruh Pulau Timor masih digenangi air, kecuali puncak Gunung Lakaan, yang letaknya di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Indonesia sekarang. Gunung ini menjadi gunung tertinggi di Pulau Timor.

Baca Juga :   Forum Mabul Atambua Gelar Seminar Sehari di Stasi Tahon

Ia berkibar seperti bintang yang kilang-kemilau. Karena itu, Gunung ini dijuluki: “SA MANE KMESAK, BAUDINIK KMESAK, LAKA-AN, NAKSINAK-AN: SANG PUTRA TUNGGAL, SANG BINTANG SATU-SATUNYA, BERCAHAYA SENDIRI, BERSINAR SENDIRI”.

Ketika air masih menutupi seluruh permukaan bumi, puncak Gunung Lakaan sendirilah yang muncul pertama kalinya. Sampai ada sapaan adat Suku Tetun yang mengatakan: Gunung Lakaan ibarat biji mata ayam, bagaikan belahan pinang, laksana segumpal nasi, seperti pusar uang perak. Atau dalam bahasa Tetunnya: FOIN NUU MANU MATAN, BUA KLAUT, FOIN NUU ETU KUMUN, FOIN NUU MURAK HUSAR.

Julukan itu dilanjutkan dengan: MAK NAHU, MAK NAMATA, RAI HUSAR, RAI BINAN: Dialah yang memulai, dialah yang awal, dialah tanah pusat, dialah tanah kaum kerabat, semua saudara-saudari.

Apa yang dikisahkan Mali Manek mengingatkan saya akan legenda Gunung Lakaan. Alkisah, Pada suatu hari turunlah seorang putri dewata di puncak Gunung Lakaan dan tinggallah ia di sana. Putri dewata itu bernama LAKA LORA KMESAK (atau kadang disebut LAKA LORO KMESAK) yang dalam bahasa Tetun berarti Putri Tunggal yang tidak berasal usul. LAKA LORO KMESAK adalah seorang putri cantik jelita dan luar biasa kesaktiaannya. Karena kesaktiannya yang luar biasa, maka LAKA LORO KMESAK dapat melahirkan anak dengan suami yang tidak pernah dikenal orang. Itulah sebabnya Laka Loro Kmesak dijuluki dengan nama NAIN BILAK-AN, yang artinya berbuat sendiri dan menjelma sendiri.

Pages: 1 2

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top