ATAMBUA, Kilastimor.com-Mungkin kita semua pernah menonton sebuah pertunjukan teater. Namun, kita semua akan terkesima menyaksikan pertujukan teater yang dilakoni olen Masyarakat Duarato di Sadan Kampung Adat Desa Duarato pada, Selasa (30/5). Teater yang bertemakan persaudaraan ini diracik dari beberapa cerita rakyat setempat dan dipadukan dengan beberapa jenis tarian khas Daerah Belu.
Mungkin Anda penasaran dengan alur dari teater itu, begini kisahnya…
Alkisah, ada seorang ibunda yang memiliki dua orang putra. Kedua putranya itu dibagi untuk menguasai daratan sekaligus memperbanyak keturunan. Si sulung dikirim ke ufuk Barat. Sedangkan Si Bungsu dikirim ke ufuk Timur. Sebelum berangkat, mereka membuat perjanjian bahwa tempat di mana mereka berasal merupakan hutan larangan bagi mereka berdua agar tetap terjaga kelestariannya.
Seiring berjalannya waktu, Si Sulung mempersunting seorang putri nan cantik jelita dan menjadi raja di ufuk Barat. Kerajaannya subur dan makmur. Rakyatnya hidup bahagia.
Demikian juga Si Bungsu. Ia mempersunting seorang putri nan cantik jelita dan menjadi raja di ufuk Timur. Kerajaannya subur dan makmur. Rakyatnya hidup bahagia.
Suatu ketika, permaisuri Si Sulung bermimpi dalam tidurnya kalau ia melahirkan seekor kuda. Seketika itu, ia menjerit ketakutan dan tersadar dari tidurnya.
Maka, datanglah Si Sulung menghampiri permaisuri dan bertanya apa gerangan yang membuat Sang pujaan hatinya begitu ketakutan. Sang permaisuri pun menceritakan mimpi yang baru saja dialaminya. “Jangan takut wahai permaisuriku karena itu hanyalah sebuah mimpi,” ujar Si Sulung menguatkan hati permaisurinya yang sedari tadi masih ketakutan.
Di waktu yang bersamaan, permaisuri Si Bungsu di ufuk Timur pun mengalami mimpi buruk dalam tidurnya. Ia bermimpi melahirkan Seekor burung. Seketika ia tersadar dari tidurnya dan menjerit ketakutan.
Maka, segeralah Si bungsu datang menghampiri dan menanyakan apa yang dialami permaisurinya. Sang Permaisuri pun menceritakan mimpi buruk yang dialaminya. “Jangan takut hai engkau bidadariku. Itu hanyalah sebuah mimpi yang tak mungkin menjadi kenyataan,” ujarnya sembari menyandarkan kepala Sang Permaisuri dalam dekapannya.
Suatu ketika, di kerajaan Barat Sang Raja merintahkan panglima perangnya untuk berburu di hutan larangan milik kerajaan Barat. Maka pergilah panglima bersama beberapa pasukannya untuk berburu.
Sesampai di hutan larangan, mereka berjalan dengan sangat hati-hati sembari mengintai mangsanya. Dan akhirnya… Mangsa ditemukan. Mereka melihat seekor burung besar yang terbang dan hingggap di sebuah pohon yng rimbun.
Tanpa banyak berpikir lagi, Sang Panglima yang kesal karena sudah hampir seharian berburu, tapi tidak menemukan seekor mangsa pun langsung menarik anak panahnya dan memanah burung tersebut. Tak seperti biasanya, kali ini anak panahnya meleset. Burung yang sadar akan ancaman itu langsung terbang. Sang panglima bersama pasukannya pun tak mau menyia-nyiakan mangsa besar yang hampir saja mereka dapat. Ia memerintahkan pasukannya untuk terus mengejar mangsa itu.
Pada waktu yang bersamaan, di Kerajaan Timur, Si Bungsu juga memerintahkan panglimanya untuk pergi berburu ke hutan larangan. Panglima yang patuh pun langsung memerintahkan pasukannya untuk pergi berburu di hutan larangan.
Sesampai di hutan larangan, mereka berburu sembari mengintai mangsanya. Akhirnya… Mangsa pun ditemukan. Mereka melihat seekor Kuda yang sedang berhenti sejenak di antara semak belukar.
Dengan sangat hati-hati, ia memerintahkan para pasukannya untuk mengepung kuda itu. Sang panglima pun mulai mencari posisi yang tepat untuk memanah kuda tersebut. Ketika berada pada posisi yang ideal, panglima pun mulai menarik anak panahnya dan memanah kuda itu. Namun sayang seribu sayang, anak panahnya meleset dari sasaran. Kuda yang merasa terdesak pun langsung bergerak cepat meninggalkan tempat ia berada. Panglima yang kesal pun langsung memerintahkan pasukannya untuk mengejar kuda tersebut.
Kuda yang berlari membawa pasukan dari Kerajaan Timur bertemu dengan pasukan dari kerajaan selatan. Maka kaget dan maralah panglima dari Kerajaan Timur ketika mengetahui ada pasukan dari kerajaan lain yang memasuki hutan larangannya. Demikian halnya dengan panglima dari Kerajaan Barat.
Perang hampir saja terjadi, tapi pertikaian di antara kedua panglima itu tak dapat dihindari. Mereka merasa harkat dan martabat kedaulatan kerajaannya telah diinjak-injak oleh pasukan dari kerajaan lain. Dengan penuh amarah, keduanya akhirnya menentukan waktu dan tempat bagi kedua kerajaan untuk berperang.