“Saya sudah 13 tahun mengabdi, tapi tiba-tiba diberhentikan,” tutur Lodia dengan nada tersendat sembari mengusap air matanya.
Sembari meneteskan air mata dirinya menambahkan bahwa mereka hanya ingin tahu penyebab sampai mereka diberhentikan tanpa ada pemberitaan terlebih dahulu.
“Apakah kinerja pengabdian terhadap kemanusian di bidang kesehatan belasan tahun sangat buruk di mata pemerintah Belu,” ujarnya sembari terus meneteskan air mata.
Lodya Bubu Riu dengan masa kehamilan tuanya ikut datang mengeluhkan dan mengadukan ke DPRD Belu lebih banyak meneteskan air mata dan hanya menyampaikan kekecewaannya.
“Inikah balasan pemerintah Belu atas pengabdian kami selama ini? Dimanakah letak hati nurani para pemimpin pemerintah,” ujatnya lirih.
Fransisco, seorang Teko kesehatan yang juga diputus kontrak 2018 oleh SK Bupati Kabupaten Belu, Willybrodus Lay menyampaikan harapan mereka untuk pemerintah.
“Kami bersama keluarga sangat merasa sedih atas keputusan pemecatan ini. Kami juga berharap ada revisi dari pimpinan daerah untuk keputusan ini,” ungkapnya.
Lodia, istri Redison R. Ulu pekerja serabutan itu menuturkan, Ia rela mengabdi sebagai tenaga sukarela tanpa digaji selama tujuh tahun dan baru diangkat sebagai Teko pada tahun 2012 lalu demi membantu suami menafkahi anak-anaknya.
“Saya sudah mengabdi bertahun-tahun, tiba-tiba tidak kerja lagi begini, anak-anak…,” kata Lodia terputus. Hanya air mata yang mampu menggambarkan kesedihannya.
Lodia warga RT 02, RW 04 Dusun Kabenate, Desa Manleten, Kecamatan Tasifeto Timur kini mengaku bingung menanggung biaya hidup keluarganya.
Ia berharap Bupati Belu, Willybrodus Lay berbelaskasih untuk meninjau kembali SK pemberhentian terhadap mereka.
“Kita mohon Bapak Bupati revisi ulang SK supaya kami bisa kerja kembali. Anak-anak kami butuh makan… Mereka butuh sekolah… kalau begini… Kami harus buat apa lagi?” Demikian ujarnya sembari mengambil tisu dari dalam tasnya untuk menyeka air matanya. (richi anyan)