ATAMBUA, Kilastimor.com-Rencana pemerintah dan Komisi V DPR RI merevisi UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) mendapat penolakan dari berbagai kalangan di Kabupaten Belu. Bahkan, tukang ojek konvensional pun ikut menolak revisi UU Nomor 22 tahun 2009 tersebut.
Pasalnya, mereka menilai terkait kepentingan banyak orang harus dipertimbangkan secara matang oleh pengambil kebijakan. Bagi mereka, aturan yang saat ini sudah ada sangat baik dan sesuai dengan kebutuhan rakyat di sektor lalulintas dan angkutan jalan.
“Apa yang pemerintah mau? Kami rakyat perbatasan sangat merasa nyaman dan aman dengan aturan yang sekarang,” ungkap Aleksander Leki, salah sorang tukang ojek konvensional ketika ditemui Awak media di pangkalan Simpang Tiga Jalur kilometer 1 Atambua, Rabu (18/04/2018).
Menurutnya, pihak kepolisian sudah menjalankan aturan yang selama ini berlaku dengan baik dan efektif. Hal ini terbukti dengan minimnya kecelakaan lalu lintas di lapangan.
Aleks menduga ada sarat kepentingan dalam revisi UU LLAJ antara pihak pengusaha Gojek online di Jakarta dengan para pengambil kebijakan.
“Jangan hanya karna kepentingan pihak atau oknum tertentu, kami rakyat kecil yang selalu jadi korban kebengisan kaum atas untuk peroleh kesenangannya,” ujarnya.
Terkait dengan salah satu poin yang akan direvisi dengan melegalkan kendaraan roda dua menjadi sarana angkutan umum, Aleks dengan tegas menyatakan tidak sepakat dengan rencana tersebut. Menurutnya, hal itu akan berpengaruh pada pajak motor.
“Kasian juga kami rakyat dengan pendapatan dibawah rata–rata ini. Biaya hidup setiap hari saja susah sekali, tapi pemerintah mau kasih beban tambahan lagi. Kalau ingin membuat aturan, tolong jangan buat masyarakat kecil susah,” katanya.
Mereka juga menolak pemberlakuan ojek online di Belu sebagai daerah perbatasan negara RI-RDTL karena hal tersebut dikatakan dapat memicu persoalan diantara mereka.
“Kalau ada ojek online yang kerja juga teman sekerja yang setiap hari kami sama- sama terus. Jangan timbulkan perpecahan di antara kami,” tegas Leki.
Dikatakan, ojek konvensional sudah sangat menyatu dengan kehidupan masyarakat Belu. Namun kalau ingin tetap melegalkan ojek online dan lain–lain sebaiknya di Perda-kan saja sehingga berlakunya bagi daerah yang membutuhkan.
“Pemerintah jangan buat aturan yang memecah masyarakat. Kami rakyat perbatasan kalau pecah, mau dibawa ke mana lagi kebersatuan NKRI di tanah perbatasan ini,” tandasnya.
Penolakan ini pun dilakukan juga oleh Organisasi Mahasiswa, salah satunya Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Atambua St.Yohanes Paulus II menyatakan penolakannya atas revisi UULLAJ.
“Revisi UULLAJ diibaratkan seperti virus atau penyakit perusak tatanan masyarakat,” tegas Ketua PMKRI, Remigius Bere melalui pesan WA-nya kepada awak media.
Dikatakan, revisi tersebut memunculkan banyak kontroversial dalam masyrakat. Apalagi pihak terkait dimasukan kendaraan roda dua akan memasukkan dalam angkutan Umum.