Oleh
P. Dr. Philipus Tule, SVD
(Rektor Unwira)
CATATAN reflektif ini merupakan hasil permenungan pribadi dalam kapasitasku sebagai seorang putra NTT yang memiliki komitmen untuk ikut membangun NTT tercinta. Harapan yang kutitipkan untuk pemimpin NTT yang baru terpilih ini pun merupakan saripati pengalaman dan harapanku sebagai seorang pastor Katolik yang mengemban tugas sebagai rohaniwan, dosen dan pendidik, peneliti dan pengamat budaya yang terlibat dalam kehidupan bermasyarakat NTT.
Telah sekian lama saya melakukan observasi dan berpartisipasi dalam pembangunan di kawasan ini di bidang agama, budaya dan gerejani (khususnya seminari dan STFK Ledalero, serta Unika Widya Mandira) dan pelbagai LSM (seperti Nusa Tenggara Association dari Australia, Assistenza Medica Internationale dari Portugal).
Realitas yang memprihatinkan
NTT adalah sebuah provinsi kecil di Indonesia dengan total penduduk yang mencapai 4 (empat) juta orang, tersebar di tiga pulau besar seperti Flores, Sumba, dan Timor serta puluhan pulau kecil lainnya.
Wilayah NTT adalah gugusan kepulauan yang komunikasi antarpulaunya masih sangat memprihatinkan, baik karena sarana dan prasarana hubungan lautnya yang kurang/tidak diperhatikan maupun karena sarana dan prasana hubungan udaranya yang belum memadai.
Keadaaan sosial dan ekonomi masyarakatnya masih sangat memprihatinkan jika dibandingkan dalam skala nasional dan internasional. Tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi, pendapatan perkapita rendah, pengangguran dan drop-out tinggi di level sekolah dasar dan menengah, kualitas pendidikan juga sangat rendah dalam kompetisi di level nasional.
Realitas memprihatinkan ini belum ditemukan solusinya, bahkan semakin diperparah oleh kinerja birokrat pusat dan daerah yang bobrok dan tidak bertanggung-jawab untuk mengutamakan kepentingan bonum commune (kesejahteraan umum), mentalitas korup dan tidak memiliki moralitas yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, mentalitas yang cenderung berkolusi dalam lingkaran kerabat (kolusi-nepotis) untuk memperkaya diri, keluarga dan kelompok sendiri. Masyarakat NTT sedang dilanda wabah atau virus ‘pemiskinan kepekaan sosial’.
Potensi yang Menjanjikan
Di tengah realitas kemiskinan dan pemiskinan sosial, pengangguran, ketertinggalan dalam pembangunan di pelbagai sektor, NTT memiliki aneka potensi yang menjanjikan, khususnya di sektor sumber daya manusia dan sumber daya alam, nilai-nilai religiositas dan kekayaan budaya yang beraneka.
1. Manusia NTT handal dan berkualitas. Kualitas SDM NTT yang dikelola secara baik dan benar telah mampu bersaing dan memenangkan kompetisi di tingkat nasional dan internasional. Pada zaman misi Gereja Katolik dan Zending Protestan tampillah tokoh-tokoh NTT sekaliber Prof Dr Ir Yohanes, Fransiskus Seda, dan sederetan nama tenar lainnya. Dalam dua dekade terakhir ini sejak 1980-an hingga 2000-an, NTT yang direpresentasi oleh STFK Ledalero, Universitas Nusa Cendana, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Universitas Artha Wacana Kupang dan STTh Oesapa/Kupang telah sukses go-international dengan mengirim 300-an misionaris atau duta agama dan ilmuwan ke manca negara.
Oleh karena itu, saya berkesimpulan sementara bahwa kebijakan penegrian sekolah-sekolah swasta di NTT dan ketimpangan dukungan pemerintah terhadap sekolah-sekolah swasta di NTT pada masa lampau yang nota-bene hampir semuanya adalah sekolah Katolik dan Protestan, merupakan proses pemiskinan (pendegradasian) kualitas insan generasi muda NTT.
2. NTT yang kaya dumber daya alam (SDA). NTT memiliki potensi SDA yang mengagumkan: danau triwarna Kelimutu, Varanus Komodoensis, pelbagai kawasan dengan potensi wisata bahari yang mengagumkan karena adanya terumbu karang dan ikan-hias yang indah; potensi perikanan yang menjanjikan. Namun, kekayaan SDA NTT itu tidak semuanya harus dieksploitasi secara serampangan.