Masih menurutnya, harusnya Wabup Belu itu tidak menyebut dirinya minta-minta jabatan. Toh semua permintaan disampaikan secara terbuka dihadapan rekan DPRD maupun pejabat yang ada. “Kalau disebut minta-minta jabatan, tentunya beda. Ini hanya usulan saja. Kalau diakomodir oke, tidak ya oke. Apalagi ini hanya usulan informal. Sikap Wabup itu yang saya pertanyakan dalam ruang sidang,” paparnya.
Dijelaskan, kalau dirinya minta-minta jabatan, maka dirinya keluar masuk ruang kerja bupati dan wabup untuk membawa nama calon pejabat termasuk memaksa untuk dipenuhi. Tapi yang dibicarakan sebelumnya hanya sebatas usulan, yang bisa diterima maupun ditolak.
Jika Wabup Ose Luan bijak, harusnya dia menelepon dirinya atau memanggil dirinya ke ruang kerja untuk menjelaskan kalau semua sudah terisi. Dengan demikian usulan itu ditolak. Jangan cerita informal dibuka ke publik, apalagi hanya usulan. Kalau dirinya memaksa untuk wajib diisi, maka itu sebuah kesalahan. “Selama ini saya berkomunikasi baik sama pak wakil bupati. Kok bisanya beliau mempermalukan saya di lapangan upacara kantor daerah. Ini yang buat saya tersinggung,” tandasnya.
Anggota DPRD Belu dua periode itu menyebutkan, dirinya salah satu pejuang dalam Pilkada 2015 lalu, hingga bupati dan Wabup Ose Luan terpilih. “Saya bahkan lawan keputusan partai, dengan tetap mendukung paket Sahabat. Saya malah tidak dihargai sekarang,” paparnya.
Sementara itu, Wabup Belu, JT Ose Luan yang dikonfirmasi media ini melalui ponselnya belum merespon hingga berita ini diturunkan. (ferdy talok)
