EKONOMI

Berhasil Bina Kelompok Tenun, Dekranasda Belu Dapat Dua Penghargaan

ATAMBUA, Kilastimor.com-Hasil karya tenun ikat khas Belu kian dikenal diberbagai tingkatan baik regional, nasional maupun internasional. Tidak saja dikenal, kini tenun ikat telah menjadi salah satu sumber pendapatan keluarga yang begitu menjanjikan.
Harapan ini muncul setelah berbagai upaya dilakukan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Belu, Ny. Vivi Ng. Lay.

Pasca dilantik sebagai Ketua PKK dan Ketua Dekranasda Belu pada 2016 silam, Ny. Vivi tidak tinggal diam untuk mendorong para penenun di berbagai desa di Kabupaten Belu. Disamping untuk mendapatkan branding, juga menjadi sumber ekonomi yang menjanjikan.

Ny. Vivi Ng. Lay yang ditemui media ini, di rumah jabatan Bupati Belu, Selasa (15/10/2019) bercerita banyak tentang upayanya mengangkat dan mendorong tenun ikat Belu.

Dikatakan, tenun ikat di Kabupaten Belu sebenarnya dari dulu telah ada dan sudah menjadi pekerjaan pokok para ibu di rumah. Bahkan tenun ikat tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat di kabupaten Belu dan NTT pada umumnya. Pasalnya, selain untuk dijadikan pakaian juga untuk selimut dan digunakan untuk kepentingan adat.

Hanya saja, tenun ikat mulai pudar dan produksinya kian terbatas. Pembuatan tenun ikat hanya sebatas untuk keperluan rumah tangga maupun adat.

Melihat kondisi ini bilang dia, ketika menjadi Ketua Dekranasda Belu salah satu tugas utama yakni membina, membantu dan memperluas pasaran dari tenun ikat sebagai budaya orang Belu.
Tidak saja itu, tugas lainnya yakni bagaimana meregenerasi karena kerajinan ini tidak terlepas dari warisan budaya.
“Warisan budaya berarti bukan sesuatu yang kita ciptakan hari ini. Ini adalah warisan dari leluhur atau nenek moyang kita. Seni budaya inilah yang diwariskan,” kata dia.

Baca Juga :   Belajar Pertanian dan Pasar, Komisi II DPRD Malaka Stuba di Sidoarjo

Dirinya saat didapuk memimpin Dekranasda memiliki visi bagaimana tenun ikat itu bisa bangkit dan bisa sampai pada tahap diakui di mana-mana, baik di Kabupaten Belu sendiri, provinsi, nasional maupun internasional.

Dari situlah bilang istri Bupati Belu, Willybrodus Lay itu, dirinya mulai mencari salah satu yang menjadi tren dunia saat ini. Dan saat ini adalah kembali ke alam atau Eco Lifestyle. Semua serba ramah lingkungan ramah dengan alam. Ini satu tantangan berat, karena selama ini pewarna alam untuk tenun ikat sudah dilupakan dan banyak penenum menggunakan pewarna kimia.

“Pewarna alam dilupakan dan regenrasi kian sedikit. Regenerasi dalam hal pewarna alam hampir tidak addan banyak menggunakan pewarna kimia seperti wantex dan lainnya. Padahal sejak dahulu kala pewarnaan berasal dari alam,” ujarnya.

Sejak dahulu kala sebutnya, pewarnaan masih memakai lumpur, mengkudu, daun jati maupun lainnya. Tapi sudah beberapa tahun belakangan dilupakan dan masyarakat menggunakan pewarna instan.

Kini lanjut dia, banyak muncul tenun ikat cepat jadi untuk memenuhi kebutuhan seragam anak-anak sekolah, untuk acara-acara gereja juga PNS Negeri. Akibatnya, kualitas tidak diperdulikan dan harganya begitu murah. Munculnya tenun ikat cepat jadi sekira tahun 1980-an. Tenun katanya memang berkembang tenun cepat jadi. Namun harganya harganya murah. Ketika murah harganya maka kualitasnya pun tidak dijamin, apalagi mengunakan benang bukan dari sutra asli.

Baca Juga :  

Dinas Perindustrian sambungnya, pernah menggelar pelatihan pewarnaan memakai pewarna kimia namanya naptol. Nah pewarna itu tidak luntur tapi kata bahan kimia bisa membahayakan.

Melihat semua, pada 19 Mei 2017 dirinya mulai masuk keluar desa selama satu tahun, mempelajari karakter masyarakat juga motifnya. “Saya kan harus belajar potensi mana yang bisa saya ambil menjadi kelompok. Dari pemetaan potensi, jumlah penenun dilihat dan mulai memproduksi kain tenun. Kebetulan Pak Bupati dan Pak Wakil waktu juga mencanangkan hari Kamis adalah hari memakai kain tenun ini. Disini kami anggap saling mendukung,” paparnya.

Dari situ pihaknya bersama Disperindag Belu menyamakan langkah dan pihaknya didukung, terutama membantu masyarakat, mencarikan pasar. “Kalau kita hanya membimbing, membina tapi kalau kita tidak urus pemasaran, maka akan tetap murah harganya,” timpal dia.

Pages: 1 2

Most Popular

To Top