KUPANG, Kilastimor.com-Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang (Undana) menggelar seminar nasional dengan tema “ Hukum Kesehatan dan upaya kesejateraan masyarakat Nusa Tenggara Timur”. Kegiatan ini berlangsug di Aula Vicon Fakulta Hukum Undana, Jumat (4/10/2019).
Dekan Fakultas Hukum Undana, Yorhan Y. Nome dalam sambutannya saat membuka seminar nasional itu mengajak semua mahasiswa dan para dosen untuk mengikuti semunar nasional ini dengan cermat Pasalnya masalah kesehatan merupakan masalah yang sangat penting.
“Apalagi masalah aspek hukum dalam kesehatan. Ini penting diikuti dan dimengerti oleh para dosen maupun mahasiswa,” tuturnya.
Dr. Drg. Gregorius Mau Bili dalam materinya mengemukakan tentang pelanggaran disiplin kedokteran dan peran Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).
Lembaga otonom dari KKI yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi.
Gregorius Mau Bili yang pernah menjabat sebagai Wabup Belu itu menjelaskan, MKDKI ini diatuar dalam Peraturan Perundang-undangan diantaranya. Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Permenkes No. 3 tahun 2011 tentang Organisasidan Tata Kerja MKDKI
Permenkes No. 150 /Menkes/Per/I/2011 tentang Keanggotaan MKDKI. Selain itu, ada juga
Permenkes No. 50 tahun 2017 tentang Pedoman dan Tata Cara Penanganan Kasus Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi.
Bentuk pelanggaran disiplin profesional dokter gigi berdasarkan PERKONSIL No. 4 tahun 2004 pasalnya 3 ayat (2) yakni melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten, tidak merujuk pasien kepada dokter dan dokter gigi lain yang memiliki kompetensi yang sesuai serta menyediakan dokter/dokter gigi pengganti sementara, yang tidak memiliki kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan pemberitahuan perihal penggantian tersebut.
Disamping itu, sanksi diberikan ketika tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien.
Lanjut Mau Bili, alur penangan kasus di majelis kehormatan yakni menerima kasus pengaduan, Memutuskan kasus pengaduan dan menyusun panduan pelaksanaan.
Pada bagian yang sama, Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia, M. Nasser dalam kesempatan itu mengemukankan bahwa pasien/keluarga datang ke RS atau dokter untuk minta bantuan penyembuhan/mengurangi derita/perpanjang hidup, namun tidak jarang hasilnya berbeda. Pasien tambah berat/meninggal atau cacat Lebih banyak disebabkn perbedaan persepsi dan cara pandang terhadap hasil.
“Posisi Dokter yaitu sebagai Inspanning Verbintennis, Posisi Pasien yakni Inspanning Resultante” katanya.