HUKUM & KRIMINAL

Perppu Kebiri Telah Berlaku, Ini Pandangan Para Pakar Hukum

BETUN, Kilastimor.com-Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang menggelar seminar nasional dengan tema implementasi pelaksanaan eksekusi Perppu Kebiri dan undang-undang perlindungan anak pandangan hukum medis dan HAM, Jumat (8/11/2019) di Hotel Naka.

Dekan Fakultas Hukum Undana, Yorhan Yohanis Nome, SH. M.H dalam sambutannya saat membuka seminar menyampaikan bahwa diskusi ilmiah ini menjadi salah satu konsep yang baik untuk menemukan satu hasil untuk disampaikan ke publik.
Dia juga menyampaikan terima kasih kepada parah pemateri yang hadir, karena sudah meluangkan waktunya untuk memberikan pencerahan kepada mahasiswa dan dosen terkait undang-undang kebiri ini.

Undang-undang mengenai kebiri ini memang menjadi salah satu topik hangat yang sedang dibahas. Olehnsebab itu, Fakultas Hukum Undana melaksanakan kegiatan ini, agar bisa menjadi satu konsep berpikir yang baik.

Jhon mengemukakan, perppu menjadi undang-undang. Sehingta sangat layak untuk mendiskusikan secara hukum pula.

Ketua Mahupiki yang juga dosen Universitas Tri Sakti, Dr. Yeti Garnasih, SH.,MH. dalam materinya menyampaikan Presiden Joko Widodo telah telah menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu ini memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.

Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik. Perppu ini mengubah dua pasal dari UU sebelumnya, yakni pasal 81 dan 82, serta menambah satu pasal 81A. Berikut ini isi dari Perppu Nomor 1 Tahun 2016:
Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Baca Juga :   Serahkan Santunan, Sekda Kota Kupang Minta Ahli Waris Manfaatkan Santunan untuk Hal Produktif

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606).

Lanjutnya, beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606) yang kemudian diubah
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Baca Juga :   Astaga!!! Apriyanti Usbani Mengaku Buang Bayinya Atas Kemauan Sendiri

Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.

Yeti menjelaskan Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan cip.
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.

Pada lanjutan pasal dua bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Contoh kasus, Pengadilan memutuskan Aris bersalah melanggar Pasal 76 D junto Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pemuda tukang las itu dihukum penjara selama 12 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Baca Juga :   Ojek Online AntarQta Segera Beroperasi di Atambua. Ini Kuota Pendaftaran

Selain itu, Aris dikenakan hukuman tambahan berupa kebiri kimia. Aris dihukum penjara dan kebiri kimia setelah terbukti melakukan 9 kali pemerkosaan di wilayah Kota dan Kabupaten Mojokerto. Ada pun para korbannya merupakan anak-anak.

Pages: 1 2

Most Popular

To Top