ATAMBUA, Kilastimor.com-Kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tak jauh dari sorotan dan kritikan tajam. Pasalnya, selain sorotan di tingkat nasional karena masalah keuangan lembaga tersebut, juga disorot peserta BPJS di daerah.
Sorotan kali ini datamg dari peserta BPJS aktif di Belu. Adalah Guido Laku Leto yang melayangkan kritik keras karena sistem pelayanan juga pemberlakuan aturan yang tidak sesuai.
Guido Laku Leto yang merupakan ASN Pada SMPN Lamaknen memgaku kesal dan kecewa atas perlakuan pihak BPJS yang tidak mau menangung biaya pengobatan anaknya, yang dirawat di RSUD Mgr. Gabriel Manek SVD, Atambua sejak Sabtu (25/1/2020) hingga Kamis (30/1/2020).
Dikemukakan, sebagai ASN, pihaknya langsung potong gaji setiap bulan, untuk membayar iuran BPJS Kesehatan tanpa keterlambatan apalagi tunggakkan. Namun fakta terjadi, ketika anaknya, Nano Novensius Laku Leto yang mengalami kecelakaan tunggal, pada Sabtu pekan lalu, tidak dicover biayanya oleh BPJS, dengan alasan harus ada laporan polisi. “Bagaimana mungkin orang yang mengalami lakalantas, disuruh membuat laporan polisi. Apalagi lakalantas tunggal. Harusnya diberikan saja surat keterangan lakalantas untuk menjadi dasar BPJS membayar rumah sakit. Ketik harus gunakan laporan polisi, tentunya akan memakan waktu karena harus melewati penyelidikan dan penyidikan. Ini persyaratan aneh yang diberikan BPJS,” tandasnya.
Model pelayanan seperti ini lanjutnya, peserta akan terus merugi, karena iuran terus dibayar dan saat digunakan malah dihambat oleh BPJS. “Apakah ini upaya BPJS menghindari klaim dari rumah sakit? Lalu kemana iuran yang dibayar bertahun-tahun tanpa digunakan,” tegasnya.
Diuraikan, akibat pelayanan buruk ini, dirinya harus membayar biaya rumah sakit tanpa BPJS senilai Rp 3.987.000.
Pihaknya sudah menghadap, namun BPJS berdalih macam-macam, dan ditengarai ingin menghindari pembayaran. Harusnya BPJS membedakan lakalantas tunggal dan lakalantas yang melihat kendaraan dengan kendaraan. Bagaimana lakalantas tunggal harus melalui penyelidikan dan penyidikan. Lalu siapa korban dan siapa pelaku? Kalau begini terus, BPJS yang meraup untung, sedangkan peserta merana.