KUPANG, Kilastimor.com-Dugaan penggelapan sembilab sertifikat oleh terdakwa Notaris Senior, Albert Wilson Riwu Kore, ternyata tidak berdasarkan hukum.
Albert justru tidak ada kaitan dengan kredit di BPR Christa Jaya. Malah terungkap pula bahwa sertifikat milik Rachmat, SE, pun belum menjadi agunan (jaminan) untuk kepentingan kredit, seperti yang disinyalir Bank Christa Jaya Pratama.
Dalam press rilis yang diterima Sabtu (13/8/2022) malam lalu, Kuasa Hukum Terdakwa, Dr Yanto Ekon menjelaskan, sembilan sertifikat yang diduga digelapkan itu diserahkan oleh pemiliknya, Rachmat SE, kepada Notaris (PPAT) Albert Riwu Kore, guna membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) pada tahun 2019 antara pemilik Rachmat SE dan Bank Christa Jaya Pratama.
“Bukan BCJ (Bank Christa Jaya Pratama) yang menyerahkan sembilan SHM itu,” tegas Yanto Ekon.
Namun selang beberapa waktu, pemilik Rachmat SE kembali mendatangi kantor Notaris dan meminta agar SHM itu dikembalikan. Dijelaskan, belum ada Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) saat sembilan sertifikat itu diserahkan ke Notaris Albert Riwu Kore, yang kemudian diambil kembali oleh Pemiliknya Rachmat SE.
Yanto juga menegaskan, sembilan SHM tersebut masih menjadi milik Rachmat SE dan tidak dijadikan sebagai barang jaminan atau agunan bagi Bank Christa Jaya Pratama. Sebab sesudah menyerahkan sembilan sertifikat itu ke Notaris Albert Riwu Kore, pihak pemberi kredit yakni BPR Christa Jaya Pratama dan calon kreditur Rachmat SE tidak bertindak atau memenuhi syarat untuk pembuatan APHT yang menjadikan SHM itu sebagai jaminan ke Notaris (PPAT), Albert Riwu Kore.
“Menurut Pasal 13 ayat (5) UU Hak Tanggungan bahwa, suatu barang menjadi agunan atau jaminan, setelah didaftarkan dalam buku tanah hak tanggungan oleh BPN. Sedangkan yang terjadi pada sembilan SHM itu masih atas nama Rachmat SE dan belum dilekatkan pembebanan hak tanggungan yang didaftarkan dalam buku tanah hak tanggungan,” jelas Yanto.