Menyoal apakah KUA PPAS dapat ditandatangani satu pimpinan DPRD saja, dan apakah hal ini tidak batal demi hukum, ia mengatakan semua akan dilihat dalam evaluasi nanti. “Nanti kita lihat dievaluasi nanti,” bilang politisi Nasdem itu.
Masih menurutnya, alasan dirinya tidak menandatangani KUA PPAS Perubahan APBD Belu 2022 karena didalamnya termuat pinjaman daerah Rp 150 miliar.
Pinjaman daerah yang diajukan katanya, tidak sesuai PP 56 tahun 2018 pasal 13 ayat 1, dimana pinjaman menengah merupakan pinjaman lebih dari satu tahun anggaran, dengan kewajiban pembayaran kembali pokok dan bunga pinjaman yang seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. “Dalam pasal penjelasan tertulis sangat jelas, sehingga Tidak bisa tafsir. Regulas sudah tetapkan secara jelas. Bagaimana Pemda mau paksakan pinjaman lebih dari masa jabatan,” ungkapnya.
Pinjaman daerah ini juga menabrak UU 10 tahun 2016 pasal 201 ayat 7 menyebutkan, gubernur-wagub, bupati-wabup, wali kota-wawali hasil Pemilu 2020 berakhir masa jabatan pada 2024.
Ditambah lagi putusan MK nomor 18/PUU-XX/2020 terhadap perkara konstitusi oleh bupati dan wabup Halmahera Utara, dimana amar putusan menggugurkan menolak pemohon untuk seluruhnya, dan pasal 201 pada UU 10 tahun 2016 tetap berlaku.
“Masa jabatan Bupati dan Wabup Belu berakhir pada April 2024, dengan demikian hanya tersisa 1,5 tahun masa jabatan. Bagaimana bisa buat pinjaman daerah dua tahun. Ini yang buat saya tidak setujui. Saya tidak mau tersangkut masalah hukum kedepan,” timpalnya.
Masih menurutnya, dalam laporan Banggar DPRD Belu salah satunya poin yakni pinjaman daerah menjadi bahan yang dilakukan evaluasi di Propinsi. Apabila Pemprov menolak maka akan dikeluarkan dari KUA PPAS perubahan APBD 2022.
Terpisah, Ketua Fraksi Golkar DPRD Belu, Benediktus Hale mengemukakan, secara pribadi ia menolak untuk dibahas lebih lanjut pinjaman daerah. Pasalnya, harus dilihat sejumlah regulasi yang mengatur. Apalagi telah ada surat dari Sekda Provinsi NTT yang tidak menyarankan untuk dilakukan pinjaman daerah.
“Secara pribadi saya tolak dibahas, tapi Fraksi Golkar memutuskan dibahas soal pinjaman daerah. Semua harus dikonsultasikan ke Provinsi dulu,” tutupnya. (ferdy talok