ATAMBUA, Kilastimor.com-Pemecatan Jony Antonio Martins Sekretaris Dinas Nakertrans dari ASN oleh Bupati Belu, Taolin Agustinus memasuki babak baru dan mendapat perlawanan.
Langkah perlawanan pertama yang diambil Jony Martins sebagai pelapor yakni melaporkan tujuh pejabat ke Polres Belu, Selasa (31/11/2022).
Sesuai laporan tertulis Jony Antonio Martins ke Polres Belu yang copyannya diterima media ini menyebutkan, terdapat tujuh pejabat yang dilaporkan ke polisi yakni : Sekda Belu, Johanes Andes Prihatin,
Plt. Kepala BKPSDMD, Maria Deventy Atok dan Plt. Asisten Administrasi Sekda Belu, Fransiskus X. Asten, Plt. Inspektur Inspektorat, Nunik WidiWahyuni, Kepala BPKAD, Imelda H. Lotuk, Plt. Kepala Badan Kesebangpol, Ch. Karmel Betang dan Kabag Hukum, Rosalia Yeani E. R. Lalo.
Diuraikan, pada Jumat (14/1/2022) terlapor Rosalia Yeani E. R. Lalo, telah membuat surat yang isinya palsu, selanjutnya bersama-sama dengan lainnya menggunakan surat itu seolah-olah isinya benar untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelapor yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk memberikan hukuman disiplin berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS terhadap pelapor.
Bahwa surat dengan Nomor: 14/ HK/ 2022, Tanggal 14 Januari 2022, diterbitkan dalam rangka Membentuk Majelis Kode Etik untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelapor sesuai dengan laporan yang disampaikan Emiliana Habu Leto (Istri pelapor) kepada Komisi ASN tertanggal 21 Februari 2022, dan Rekomendasi dari KASN tertanggal 1 Juli 2022.
Dilanjutkan, dasar penerbitan Surat pembentukan Majelis Kode Etik tersebut adalah Peraturan BKN nomor 6 tahun 2022 tentang peraturan pelaksanaan PP no 94 tahun 2021 tentang disiplin PNS pada pasal 37 ayat 2 yang berbunyi Tim pemeriksa wajib dibentuk dalam hal terdapat pelanggaran disiplin yang ancaman hukumannya berat” dan Pasal 38 ayat 6 berbunyi Tim pemeriksa bersifat temporer (Ad Hoc) yang bertugas sampai proses pemeriksaan terhadap suatu dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan seorang PNS selesai dilaksanakan.
Berdasarkan ketentuan pasal 37 ayat (2) dan pasal 38 ayat (6) Peraturan BKN nomor 6 tahun 2022 tersebut, seharusnya Tim Kode Etik dibentuk setelah adanya laporan dugaan pelanggaran disiplin atau setelah adanya Rekomendasi KASN yang memuat jenis pelanggaran berat tersebut. Namun faktanya Tim Majelis Kode Etik telah dibentuk sebelum adanya surat Rekomendasi KASN seolah-olah para terlapor sudah mengetahui akan terjadi laporan terhadap pelapor kepada KASN dan sudah mengetahui akan adanya rekomendasi KASN untuk menjatuhkan hukuman disiplin tingkat berat kepada pelapor.