ATAMBUA, Kilastimor.com-Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Belu, Frido Siribein memberikan tanggapan atas surat terbuka yang dilayangkan seorang netizen, Roy Marthen Bele Bai pada media sosial tertanggal 30 Mei 2024.
Tanggapan mengenai sorotan soal pelayanan air minum kepada masyarakat Wedomu, Desa Manleten, Kecamatan Tasifeto Timur yang diberikan, bukan dimaksud untuk membungkam kritik yang diajukan, namun lebih dari itu memberi kesempatan kepada manejemen PDAM untuk menyampaikan argumentasi dan alasan yang tepat kepada masyarakat.
Direktur PDAM Belu, Frido Siribein didampingi Kabag Teknis, Kornelis Nai Kau di ruang kerjanya, Jumat (31/5/2024) mengatakan, surat terbuka yang diajukan Roy Marthen Bele Bai pada grup Kotak Ketik Facebook patut disampaikan apresiasi. “Kami apresiasi surat terbuka yang diajukan oleh akun Roy Marthen Bele Bau. Kami perlu jelaskan sebagai tanggungjawab moril,” ungkapnya.
Disebutkan, pada 2022 lalu Dinas PUPR Belu sebagai regulator membangun jaringan perpipaan di sumber Air Wehas, untuk melayani masyarakat setempat. Usai masa pemeliharaan selama enam bulan, Bupati Belu kemudian meresmikan dan menyerahkan pengelolaan jaringan air minum Wehas kepada PDAM sebagai operator.
Sebagai operator jelasnya, PDAM memfungsikan sumber air itu dan mendistribusikan kepada masyarakat Wedomu. Jumlah masyarakat sambungan rumah yang terpasang jaringan pipa dan meteran sebanyak 150 kepala keluarga.
Untuk mengoperasikan sumber air Wehas jelas mantan Kabag Humas Setda Belu itu, pihaknya mengenakan tarif awal kepada pelanggan sebesar Rp 150.000 untuk 10 meter kubik pertama.
Namun apa yang menjadi kewajiban masyarakat sebagaimana kesepakatan yang dibuat, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hanya sebanyak 49 kepala keluarga yang melunasi kewajiban itu.
Disebutkan, walau tidak semua warga yang terpasang meteran air melunasi tagihan itu, pihaknya tetap mengaktifkan layanan hampir setahun. Pada akhir 2023, pihaknya akhirnya memutuskan berhenti mengoperasikan layanan air minum, sebab biaya operasional sangat besar dan tentunya merugikan PDAM.
“Kita awalnya berikan layanan air minum kepada masyarakat. Itu setelah rapat dengan tokoh masyarakat maupun tokoh agama dan masyarakat. Kita tidak berikan tagihan pemasangan baru. Tapi kita hentikan, karena hanya 49 kepala keluarga yang lunasi tagihan. Kita sudah berusah tagih, tapi tidak juga dibayar dengan alasan ada sumur maupun sumber air Wehas milik mereka. Saat kita aktifkan pelayanan air minum biayanya besar sekali, karena masih gunakan mesin pompa air, bukan gunakan mesin pompa listrik. Karena terus membebani keuangan perusahaan, kita hentikan hingga saat ini. Kita hidupkan mesin pompa air dengan minyak solar dexlite yang mahal. Kalau tagihan tidak jalan pasti memberatkan PDAM,” paparnya.