ATAMBUA, Kilastimor.com-Eksekusi dua bidang tanah di Halifehan, Kelurahan Tenukiik, Kecamatan Kota Atambua, dan Kelurahan Tulamalae, Kecamatan Atambua Barat ditunda. Penundaan eksekusi oleh Pengadilan Negeri Kelas 1B Atambua terjadi lantaran adanya perlawanan sengit dari temohon eksekusi di lokasi.
Pantauan media ini, eksekusi yang dipimpin Panitera Pengadilan Negeri Kelas 1B Atambua, Marthen Benu, Jumat (5/12/2025) sekira pukul 10:30 Wita, mendapat perlawanan walau dikawal oleh anggota Polri dan TNI, Pol PP serta pihak terkait.
Terlihat, jalanan menuju lokasi dibarikade pihak termohon eksekusi atau pemilik tanah yang bakal dieksekusi. Warga terlihat membakar ban serta menumpuk kayu untuk menghalangi masuknya petugas eksekusi.
Lebih dari itu, pihak termohon juga menembakan petasan kearah petugas, serta melemparkan bom molotov ke arah petugas yang mengakibatkan sejumlah anggota polisi nyaris terbakar. Disamping itu, terjadi juga lemparan batu bertubi-tubi mengakibatkan eksekusi terhambat. Bahkan, Panitera Pengadilan Negeri Atambua, Marthen Benu terluka di dahi akibat lemparan batu. Kasat Samapta Polres Belu juga terluka dipelipis mata akibat lemparan batu.
Atas perlawanan itu, sekira pukul 15:30 Wita, eksekusi tanah yang berkekuatan hukum tetap sesuai putusan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkama Agung dinyatakan ditunda untuk beberapa waktu kedepan.
Ketua Pengadilan Negeri Atambua, Yunius Manoppo yang diwawancarai media anggan berkomentar dan hanya mengatakan eksekusi tanah Halifehan ditunda.
Terpisah, Pemohon Eksekusi, Damianus Maksimus Mela melalui Kuasa Hukumnya, Ferdy Maktaen kepada media mengatakan, eksekusiĀ tanah Halifehan ditunda karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Hanya saja, eksekusi akan tetap di jalankan karema putusan sudah inkracht.
Pihaknya lanjut dia, akan meminta eksekusi dilanjutkan lagi dan paling lambat akhir Januari 2026.
“Kami sebagai pemohon akan tetap menuntut untuk eksekusi di jalankan. Karena semua tahapan sudah dilaksanakan,” tegasnya.
Terkait info soal tidak ada pemberitahuan atau lainya itu berita hoax karena lurah sendiri yang membawa dan mengantar surat pemberitahuan dari Pengadilan, namun ditolak oleh para termohon eksekusi.
“Bagi kami, urusan administrasi bukan urusan kami pemohon. Karena semua tahapan sudah dijalani maka yang kami tau adalah pelaksanaan eksekusi” tambahnya.
Dilanjutkan, terkait adanya suara-suara sumbang dari luar soal hal-hal yang tidak benar, pihaknya menganggap angin lalu. Pasalnya, mereka tidak paham soal proses dan ruangnya ada di pngadilan. Silahkan menggunakan hak di pengalihan ….
Pada bagian akhir kembali ia menegaskan, pihak pemohon eksekusi ada intinya penuntut kepastian hukum. Negara telah memberi ruang untuk itu.
Sementara itu, salah satu sumber yang tidak ingin dimediakan namanya mengatakan pihaknya memberi perlawanan terhadap eksekusi tanah ini, karena termohon masih melakukan gugatan perlawanan di PN Atambua. Selain itu, pihaknya juga tidak mendapat pemberitahuan akan adanya eksekusi.
Untuk diketahui, Damianus Maksimus Mela mendaftarakan perkara sengketa tanah Kepaniteraan Pengadilan Negeri (PN) Atambua pada tahun 2016 silam.
Setelah bersidang, PN Atambua memutuskan bahwa gugatan, Damianus Maximus Mela selaku pemohon untuk dua bidang tanah tersebut diterima dan menang.
Pihak termohon (tergugat) selanjutnya melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang tahun 2017. Dalam putusanya, PT Kupang menolak banding dan memperkuat putusan PN Atambua.
Para termohon mengambil langkah mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) tahun 2018. Namun dalam putusannya MA menolak permohonan Kasasi termohon.
Selanjutnya, pada 2020 para tergugat mengajukan Peninjauan Kembali ke MA. Akan tetapi PK ditolak dan tetap menguatkan gugatan Damianus Maksimus Mela. Dengan putusan PK, maka sengeketa dinyatakan inkracht. (*)







